Berdasarkan pengalaman, banyak kendala yang dijumpai dalam ujicoba
budidaya ikan lele sistem bioflok ini. Mulai dari pemilihan bentuk kolam,
persiapan air kolam, proses pembesaran, pensortiran hingga panen raya. Ditambah
lagi dengan adanya ikan mati yang penyebabnya bisa berasal dari kepadatan lele,
kanibalisme lele, kualitas air (suhu, ph, kadar oksigen, amoniak), penyakit dan
lain-lain. Saya yakin masih banyak lagi permasalahan-permasalahan yang tidak
saya ketahui di saat menerapkan sistem bioflok pada budidaya ikan lele dalam
kolam terpal.
Dalam kesempatan ini saya mencoba menulusuri kembali permasalahan-permasalahan
yang terjadi dalam proses ujicoba budidaya ikan lele menggunakan kolam terpal
dengan sistem bioflok.
Semoga teman-teman dapat mengambil pelajaran dari pengalaman ini.
Pembuatan Kolam
Bentuk kolam yang paling ideal adalah kolam bundar, karena
sirkulasi air akan tersebar merata khususnya pada budidaya dengan kepadatan
yang tinggi. Namun jika kita ingin memaksimalkan ruang kosong, maka bentuk
kolam bujursangkar merupakan pilihan yang tepat.
Namun bagaimana bila terpaksa bentuk kolam tidak ideal dan harus
menyesuaikan lahan yang tersedia? Apakah ada solusi agar hasil yang didapat
bisa maksimal?
Persiapan Kolam.
Sebelum kolam dapat digunakan untuk budidaya khususnya pembesaran
ikan lele dengan sistem bioflok, butuh tahapan-tahapan persiapan untuk
meminimalkan kerugian yang terjadi akibat kesalahan dalam tahap persiapan.
Beberapa artikel yang saya baca menyarankan untuk menggunakan air
sungai karena banyak mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan dalam proses
pembentukan plankton.
Dalam artikel lain menyebutkan pada proses periapan, air diberi kaporit
untuk membunuh kuman dan bakteri yang merugikan kemudian dilanjutkan proses
penumbuhan plankton.
Jadi bingung...?#$#^$% mana yang benar?
Atau mungkin saya yang lupa kalau pernyataan pertama adalah
persiapan untuk budidaya ikan lele dengan sistem sirkulasi, dimana secara
berkala ada proses penambahan air sebagai ganti berkurangnya air saat
pembuangan kotoran yang mengendap didasar kolam dan pernyataan kedua adalah
persiapan untuk budidaya ikan lele dengan sistem bioflok.
Persiapan air kolam yang telah saya lakukan menggunakan air PDAM,
dengan asumsi air sudah mengandung kaporit. Untuk menghilangkan efek kaporitnya
air diaerasi minimal selama 24 jam. Dan tahap berikutnya adalah pembentukan
flok dengan cara pemberian probiotik dan molase/gula selama beberapa hari sampai
air layak untuk diberi bibit lele.
Penebaran bibit
Pada saat penebaran bibit lele, perlu adanya masa penyesuaian agar
bibit lele tidak stress dan mati. Bibit lele yang telah dibeli dari peternak
lele tidak langsung dimasukkan pada kolam yang sudah siapkan. Saya mengambil sebagian
air dari kolam dan saya masukkan ke sebuah wadah (bisa bak air yang biasa
dipakai untuk mencuci baju atau ember). Kemudian bibit tersebut saya masukkan
ke dalamnya dengan tujuan agar bibit lele dapat menyesuaikan diri dengan suhu
dan kondisi air kolam.
Meskipun demikian, setelah beberapa hari penebaran bibit masih ada
beberapa bibit lele yang mati.
Apa penyebabnya? Apakah bibit lele mengalami stress yang
disebabkan perubahan suhu dan/atau kondisi air yang ekstrim, ataukah ada hal lain.
Proses Pembesaran
Kondisi awal air pada saat penebaran lele air masih berwarna
kehijauan. Dari artikel yang saya baca, pemberian pakan pelet tidak perlu
dilakukan hingga bibit berusia 1 bulan. Saya mencoba membuktikan kebenaran
artikel tersebut, selang 1 hari setelah penebaran tidak saya beri makan. Hari
kedua, pun tidak saya beri makan. Pada hari ketiga, iseng saya beri pelet yang
sudah dilembutkan. Ya.. hanya sekedar untuk tambahan nutrisi maksudnya.
Ternyata ikan-ikan pada berebut makanan seperti ikan yang kelaparan. Karena
senang melihat ikan yang lahap makan, saya kasih lagi, lagi dan lagi sampai
ikan tidak tampak berebut.
Namun sempat terbesit pertanyaan “Apakah flok yang terbentuk
selama tahap persiapan air kolam tidak mencukupi kebutuhan ikan? ataukah
pembentukan flok yang gagal?”
Akhirnya pemberian pakan saya lakukan setiap hari 2x sehari jam
9.30 dan 21.30. Dengan demikian interval pemberian pakan sama yaitu 12 jam.
Saya ambil jam 9.30 karena suhu udara sudah
mulai hangat untuk di daerah tempat tinggal saya.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu tampak perubahan warna
air yang semula kehijauan berupa menjadi coklat mudah sampai coklat kemerahan.
Ikan pun nampaknya sehat, tidak ada lagi ikan yang mati.
Satu bulan berlalu, permasalahan muncul kembali. Warna air menjadi
lebih gelap pekat lebih mengarah ke coklat kehitaman. Jangan-jangan ini yang
dikatakan air terlalu pekat yang sibebabkan flok terlalu banyak. Tindakan yang
saya ambil adalah mengeluarkan flok yang mungkin masih mengendap di dasar kolam
dengan menggunakan pipa/selang yang sudah dipasang saat pembangunan/pembuatan
kolam. Air beserta flok yang dikeluarkan tidak dibuang begitu saja, namun saya
alirkan ke tandom dalam tanah untuk kebutuhan penyiraman tanaman. Setelah itu
kolam diisi air kembali dengan air PDAM yang sudah melewati tahap persiapan.
Syukurlah jurus ini cukup ampuh.....
Selain kepekatan flok yang tinggi, juga muncul masalah lain yaitu:
air kolam berbusa. Jika dibiarkan akan membahayakan ikan. Untuk menghilangkan busa
tersebut, dilakukan pembuangan air permukaan kolam. Mudah-mudahan jurus ini
juga ampuh.
Kenyataannya hingga usia lele mencapai 2 bulan 10 hari, belum
terjadi kematian pada ikan lele. Mudah-mudahan begitu seterusnya. Amiin.....
Semoga bermanfaat.